PEMAKAIAN ANTIBIOTIK RASIONAL

Soewignjo Soemohardjo

RUMAH SAKIT BIOMEDIKA MATARAM

PENDAHULUAN

Pada saat ini  banyak macam  antibiotik  tersedia di pasaran . Begitu banyak  macamnya  sehingga kadang-kadang  membingungkan bagi dokter  yang ingin menggunakannya. Apalagi dengan adanya ” tekanan  promosi ” yang sangat gencar, tidak jarang merangsang  pemakaian  antibiotik yang menjurus ke arah  ketidakrasionalan .

Walaupun diagnosa  mikrobiologik hanya dapat dilakukan pada  sebagian kecil kasus penyakit infeksi, tetapi agar kita tetap ada dalam garis pemakaian antibiotik  yang rasional kita harus tetap berfikir secara mikrobiologik. Kalau kita menghadapi suatu penyakit  infeksi dengan berbagai macam  simtomnya  harus kita bayangkan  kira-kira kuman apa yang menyebabkannya gram positif atau gram negatif, ataukah  anaerob/dan terhadap antibiotika yang mana kuman tersebut diperkirakan masih sensitif .

Anggapan  bahwa antibiotik  yang lebih baru  dan lebih  mahal mujarab dari antibiotika  yang sudah lama digunakan  merupakan anggapan  yang salah . Justru banyak antibiotika  yang baru menpunyai spesifikasi tertentu  sehingga  bila  tidak dipergunakan sesuai dengan spesifikasinya maka khasiatnya  tidak seperti  yang diharapkan .

PRINSIP DASAR PENGGUNAAN  ANTIBIOTIK RASIONAL

–          Tepat  indikasi

–          Tepat  penderita

–          Tepat pemilihan jenis antibiotika

–          Tepat dosis

–          Efek samping minimal

–          Bila di perlukan  : Kombinasi yang tepat

–          Ekonomik

Ada beberapa hal penting  mengenai antibiotika yang perlu di ketahui sebelum kita memilih dan menggunakannya yaitu:

  1. Sifat aktifitasnya
  2. Spektrum
  3. Mekanisme kerja
  4. Pola resistensi
  5. Efek samping

Di samping itu perlu diperhatikan  pengalaman-pengalaman  klinik sebelumnya.

1.    Sifat aktifitasnya

Bakteriostatik : menghambat pertumbuhan kuman dengan cara menghambat   metabolisme kuman

Bakteriosidik : Membunuh kuman misalnya dengan cara merusak dinding sel

Untuk infeksi yang berat apalagi kalau keadaan  pertahanan  tubuh penderita kurang     baik maka sebaiknya  dipilih antibiotik yang bersifat bakteriosidik.

  1. Pengetahuan  tentang sifat aktifitas ini juga penting kalau kita ingin menggabung  antibiotika. Pemakaian gabungan antibiotika yang bersifat bakteriostatik bersama  antibiotika  yang  bakteriosidik akan mengurangi  khasiat antibiotika bakteriosidik . Hal ini disebabkan karena antibiotika yang bersifat bakteriosidik umumnya khasiatnya  baik  bila kuman  tersebut membelah  dengan cepat, sedangkan  antibiotik yang   bersifat bakteriostatik  akan menyebabkan  pembelahan  kuman yang menurun  sehingga akan  menghambat khasiat antibiotika yang bersifat bakteriosidik.

2.   Spektrum antibiotika

Spektrum sempit : Hanya menghambat atau membunuh  kelompok kuman tertentu

Spektrum luas : Dapat menghambat baik kuman gram positif maupun gram negatif

Pemakaian antibiotika spektrum sempit dilakukan bila jenis kuman yang menyebabkan infeksi sudah diperkirakan  atau dipastikan. Sedangkan bila jenis kuman tidak dapat dipastikan maka dipakai antibiotika spektrum luas.

3. Mekanisme kerja antibiotika

  1. Antibiotika yang menghambat  metabolisme sel kuman

Contoh : Sulfonamid

Trimetophrim

  1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel kuman

Contoh : Penicillin

Sefalosporin

  1. Antibiotik yang mengganggu keutuhan  membran  sel kuman

Contoh : Polimiksin

  1. Antibiotik yang menghambat sintesa protein sel kuman

Contoh : Aminoglikosid

Makrolid

Tetrasiklin

Kloramfenikol

  1. Antibiotik yang  menghambat sintesa  asam nuleat kuman

Contoh : Rifampisin

Kuinolon

4.  Pola Resistensi

Dalam pemakaian  antibiotika  perlu diperhatikan  pola resistensi kuman setempat, misalnya : Campylobacter jejuni di  Indonesia  masih sensitif terhadap siprofloksasin  tetapi di Thailand banyak resisten terhadap  Siprofloksasin  karena di sana  Siprofloksasin banyak di pakai untuk  terapi STD.

5.  Efek Samping

Ada 3 macam efek samping  yaitu

–    reaksi alergi

–    reaksi idiosikratik

–    dan reaksi  toksik.

Contoh dari reaksi idiosinkratik adalah pemakaian  Primaquin  dapat merangsang  terjadinya anemia hemolitik berat pada individu-individu tertentu. (Blackwater fever)

Contoh reaksitoksik adalah gangguan  pertumbuhan  gigi akibat pemakaian tetrasiklin.

PENGELOMPOKAN JENIS ANTIBIOTIKA

Antibiotika  dapat dibagi menjadi beberapa kelompok utama yaitu :

  1. Golongan betalaktam
  2. Golongan Aminoglikosida
  3. Golongan  Sulfonamid
  4. Golongan  Tetrasiklin dan Chloramphenicol
  5. Golongan Makrolid
  6. Golongan Metronidazol
  7. Golongan Rifampisin
  8. Golongan Linkosamid
  9. Golongan Kuinolon

Kelompok antibiotik  yang  paling banyak  dipakai sehari-hari adalah dari golongan betalaktam dan Aminoglikosida. Berikut akan diuraikan  sifat-sifat  utama dari masing-masing  kelompok :

1.  Golongan Betalaktam :

Yang  termasuk dalam  kelompok ini adalah  :

–          Penicilin

–          Sefalosporin

–          Monobaktam

–          Karbapenem

–          Imipenem

Cara Kerja    : Antibiotika dari golongan  ini bekerja pada dinding  sel kuman .

Salah satu sifat penting  dari  golongan  betalaktam adalah  adanya kemungkinan kepekaan terhadap enzim  betalaktamase yang diproduksi oleh  kuman-kuman tertentu. Enzim betalaktamase dapat merusak cincin betalaktam pada antibiotik tersebut. Kepekaan terhadap enzim  betalaktamase ini berbeda antara jenis-jenis  antibiotika.

Antibiotik jenis betalaktam tertentu juga dapat menghambat kuman yang memproduksi betalaktamase ( Imipenem, Karbepenem, Meropenem)

1. a.     Penisillin

Ada berbagai jenis penisillin :

  1. 1. Penisillin spektrum sempit    : Penicillin G

Benzatin Penicillin

Penicillin

2. Penisillin untuk Stafilokokus : Metisilin

Kloksasilin

Flukloksasilin

Kelompok ini stabil  terhadap betalaktamase.

  1. 3. Penisillin Spektrum Lebar       : Ampisilin

Amoksisilin

Kelompok ini peka terhadap betalaktamase, dapat di pakai untuk gram positif         dan  gram negatif yang tidak memproduksi  betalaktamase.

  1. 4. Penisilin Antipseudomonas     :  Tikarsilin

Sulbenisilin

Carbenisilin

Piperasilin

  1. 5. Inhibitor  betalaktamase            : Sul baktam

Monobaktam

Asam Klavulanat

Karbepenem

Imipenem

Meropenem

Beberapa sediaan antibiotik merupakan gabungan antara antibiotik betalaktam dengan inhibitor betalaktamase, misalnya :

Amoksisilin – Clavulanic acid

Ampisilin – Sulbactam

Cefoperazon – Sulbactam

Ticarsilin – Tazaobactam

1. b.    Sefalosporin  :

1. Sefalosporin Generasi pertama  : Sefalotin

Sefradin

Cefazolin                                                                                                                                 Sefalexin

Sefadroksil

Sefalosporin generasi pertama tidak dapat dipakai untuk kuman gram negatif,

Anaerob, dan tidak dapat dipakai untuk Pseudomonas.

  1. 2. Sefalosforin Generasi kedua         : Sefamandol

Sefositin

Sefuroksin

Sefaklor

Sefalosforin  Generasi  kedua  lebih tahan terhadap betalaktamase, dibandingkan  dengan Generasi pertama.

  1. 3. Sefalosforin Generasi ketiga        : Sefotaksim

Seftriakson

Sefoperazon

Seftasidim

Sefalosporin  generasi ketiga  kebal terhadap betalaktamase .

  1. 4. Sefalosporin generasi keempat        :  Sefepim injeksi

Sefpiron injeksi

Cedifnir oral

Cedifnir dibuat khusus untuk kuman stapilococcus aurius.

Sefalosporin generasi keempat lebih kebal terhadap betalaktamase dibandingkan dengan sefalosporin generasi ketiga. Tetapi beberapa tahun belakangan ini ditemukan bahwa sefalosporin generasi kedua, ketiga, dan keempat juga dapat dirusak oleh kuman yang menghasilkan betalaktamase dari jenis extended spectrum betalaktamase.

II.   Aminoglikosid  : Golongan Aminoglikosit mempunyai sifat Nefrotoksik dan   Ototoksik.

–          Streptomisin

–          Gentamisin

–          Tobramisin

–          Netilmisin

–          Amikasin

–          Spektinomisin.

Streptomisin       :  Untuk infeksi paru dan tuberkulosa

Kanamisin          :  Untuk infeksi paru dan gonore

Gentamisin         :  Untuk  infeksi gram negatif

Tobramisin         :  Untuk pseudomonas

Netilmisin           :  Ototoksisitas lebih rendah

Amikasin            :  Dipergunakan untuk kuman yang resisten  terhadap Gentamisin, tobramisin dll.

Spektinomisin    :  Khusus untuk Gonore.

III.  Sulfonamid    :

Pemakainan Sulfonamid  sendirian praktis sudah ditinggalkan karena makin banyak kuman yang resisten. Gabungan Sulfamethoxazole dengan trimetoprim

( Cotrimoxazole ) masih banyak dipakai walaupun sudah makin banyak ditinggalkan karena alasan yang sama. Gabungan ini dipakai untuk :

–          Infeksi saluran kencing bagian bawah yang ringan .

–          Eksaserbasi  bronchitis kronik

–          Deman tifoid  ( bukan pilihan pertama  karena angka resistensi makin meningkat )

–          Terapi  pnemocystis carini  ( Pada penderita AIDS ).

IV.  Tetrasiklin dan Klorampenikol

Tetrasiklin dan Doksisiklin  ( Long  acting )

Karena  banyak kuman  yang kebal terhadap tetrasiklin  maka antibiotik ini relatif jarang dipakai kecuali untuk infeksi-infeksi tertentu.

Infeksi kuman berikut  obat  pilihannya adalah tetrasiklin   :

–          Vibrio Cholera (sekarang banyak strain vibrio cholera yang resisten terhadap tetrasiklin)

–          Ricketsiosis

–          Chlamidia

–          Mycoplasma pnemoniae.

–         

Kloramfenikol dan Thiamphenikol

Indikasi pemakaian  Kloramfenikol semakin sempit dan kini hanya dianjurkan  untuk demam tifoid dan Salmonellosis lainya  serta infeksi H. Influenzae misalnya pada  Meningitis Purulenta.

V.  Makrolid :

–          Eritromisin

–          Spiramisin

–          Roksittromisin

–          Klaritromisin

–          Azitromisin ( Long Acting ).

Makrolid  adalah antibiotika Bakteriostatik untuk kuman Gram Positif. Golongan Makrolid merangsang lambung terutama eritromisin. Makrolid yang baru tidak merangsang lambung dan  lebih poten. Salah satu khasiat penting yang dipunyai klaritomisin adalah kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kuman Helicobacter pylori bila digabung dengan antibiotik lain, misalnya Amoksisilin atau Metronidazol.

VI.  Metronidazol

Metronidazol hanya berkhasiat  terhadap kuman-kuman  anaerob dan tidak untuk    kuman  lain. Penyerapannya sangat baik  sehingga kadar dalam  darah  sama tingginya walaupun  diberikan  dalam berbagai macam cara misalnya  parenteral, oral maupun dengan  Suppositoria.

VII. Rifampisin

Sebenarnya banyak kuman yang  peka terhadap Rifampisin yaitu :

–          S. Aureus

–          S. Epidermidis

–          N. Meningitides

–          N. Gonorrhea

–          H. Influenzae

–          Legionella

–          Mycobacterium

Namun karena  kekebalan kuman cepat sekali timbul terhadap Rifampsisin maka antibiotika ini hanya dianjurkan  untuk M. Leprae dan M. Tuberculosis.

Antibiotika ini dapat menimbulkan  Hepatitis pada individu -individu yang peka dan dapat menimbulkan kematian.

VIII.    Linkosamid    :

–          Linkomisin

–          Klindamisin.

Secara teoritik Klindamisin  lebih baik dibandingkan  dengan Linkomisin karena efek  sampingnya lebih rendah, dan khasiatnya lebih baik. Antibiotik ini dipakai untuk kuman anaerobik misalnya  B. fragilis. Antibiotik ini bagus  khasiatnya  untuk abses paru karena  kuman anaerob. Salah satu ciri khas dari antibiotik ini adalah daya tembusnya yang baik  ke dalam tulang .

Pemakaian  Klindamicin harus berhati-hati karena dapat menekan  kuman anaerob dalam saluran  makanan sehingga dapat menimbulkan  enterokolitis Pseudomembran .

IX.     Kinolon       :

–          Asam Nalidiksat

–          Asam Pipemidat

Kedua obat di atas merupakan Kinolon generasi pertama. Kedua obat tersebut hanya dapat dipakai sebagai antiseptik untuk infeksi saluran kemih. Kinolon yang lebih  baru tersebut dengan Fluorokinolon dan mempunyai khasiat yang lebih kuat dibandingkan  Kinolon lama .

Contoh :

–          Siprofloksasin

–          Norfloksasin

–          Ofloksasin

–          Pefloksasin

–          Levofloksasin

–          Gatifloksasin

Kinolon  terutama aktif untuk kuman gram  negatif dan kurang baik khasiatnya untuk  kuman gram positif. Daya tembus kedalaman tulang  baik oleh karena itu  baik untuk Osteomyelitis dengan kuman  penyebab  yang belum diketahui.

Pemakaian   Kinolon dalam klinik  :

–          Infeksi saluran kemih  termasuk Prostat

–          Infeksi saluran nafas bagian bawah

–          STD

–          Infeksi jaringan lunak dan tulang

–          Meningitis pada orang dewasa.

PERAN  PEMERIKSAAN  MIKROBIOLOGIK

DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

Peranan pemeriksaan  mikrobiologik  sangat besar  artinya  dalam penggunaan antibiotika secara rasional. Sebab dengan adanya  pemeriksaan mikrobiologik maka baik jenis  kuman  maupun pola  kerentanan  terhadap antibiotika akan diketahui  sehingga memudahkan  pemilihan antibiotika. Memang hal ini sangat sulit dilakukan  di Indonesia karena masih  sangat terbatasnya fasilitas laboratorium. Saat ini di Indonesia pemeriksaan  mikrobiologik hanya tersedia  di Rumah  Sakit tipe A dan B, dan harus diakui bahwa motivasi para klinisi  untuk menggunakan pemeriksaan  mikrobiologik  masih sangat  rendah .

Pada petunjuk pemakain  obat  rasional  yang diterbitkan  oleh Departemen  Kesehatan , untuk Infeksi  tersebut  di bawah bila  memungkinkan  perlu di lakukan  pemeriksaan  mikrobiologik

–          Sepsis

–          Meningitis

–          Peritonitis

–          Salmonelosis

–          Keracunan makanan karena bakteri

–          Mionekrosis

–          ISPA

–          Tuberkulosis

–          STD

–          Kandidiasis

PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA  BERDASARKAN ” EDUCATED GUESS “

Dalam keadaan  ideal kuman penyebab  infeksi dapat diketahui  dengan pasti  misalnya dari hasil  pembiakan, demikian  pula  pilihan antibiotika  dapat dilakukan  dengan mudah karena sudah ada hasil  tes  sensitifitas.  Terapi yang didasarkan atas pemeriksaan  mikrobiologik disebut terapi definitif. Tetapi dalam  keadaan  sehari-hari  pemeriksaan mikrobiologik  tersebut tidak dapat  dilaksanakan  karena terbatasnya  fasilitas, atau tidak mungkin  ditunggu  hasilnya sehingga kita harus segera  memberikan  antibiotika. Dalam keadaan ini kita menggunakan  prinsip  ” EDUCATED GUESS ” dengan mempertimbangkan  organ atau sistem  yang kena infeksi, kuman penyebab dan kemudian  menentukan  antibiotika  mana yang paling sesuai .

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian Farmakologi   Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta.
  2. Direktorat Jendral Pelayanan Medik  Departemen Kesehatan  Republik Indonesia: Pedoman  Penggunaan Antibiotik Nasional. Edisi 1, 1992, Jakarta.
  3. Mandel G. L., Douglas R. G., Bennet J. E., Dolin R. : Principles and Practice Of Infectious Disease : Antimicrobial Therapy 1995 / 1996. Churchill Livingstone, 1995.
  4. Tierney L. M., Mc Phee S. J.,Papadakis M. A. : Current Medical Diagnosis and Treatment 35 th Ed. Appleton and Lange, 1996, Stamfod.
  5. Chandury A. In vitro activity of Cefpirome A new fourth generation cephalosporin. Indian J. of Medical Microbiology 2003; 21:50-51
  6. Tumah H. Fourth-Generation Cephalosporins : In vitro Activity against Nosocomial Gram-Negative Bacili Compared with β-Lactam Antibiotics and Ciprofloxacin. Chemoteraphy 2005;51:80-85

Prof. DR. Dr. Soewignjo Soemohardjo, Sp.PD-KGEH
Biomedical Hospital
Bung Karno street Num. 143
Mataram West Nusa Tenggara Indonesia
Email   : Soewignjo@gmail.com
Url      :  https://biomedikamataram.wordpress.com

Social Bookmarking